SEJARAH

4 min read

Deviation Actions

Pusaka-Nusantara's avatar
Published:
2.9K Views
Perlengkapan | Pendaftaran | Pembuatan Karakter | Serba-Serbi Dunia Pusaka Nusantara | Balai Tanya Jawab | Daftar Sepuh & Murid | Pembagian Kamar Asrama | Jadwal Kegiatan Akademi | Prosedur Penilaian | Aturan Ruang Temu & Roleplay | Aturan Kontribusi






Manusia menangis. Mereka merintih. Mereka berteriak. Mereka tak menduga. Bumi yang dulu Mereka anggap sebuah tempat kehidupan biasa, kini mulai menunjukan taringnya. Bumi yang dulu mereka injak dengan angkuh, dan tanpa rasa peduli, kini mulai marah. Memporak-porandakan manusia di Bumi ini.

Tanah yang dulu Manusia keruk untuk dicari tambangnya, tempat berdirinya gedung-gedung pencakar langit, dan rumah-rumah mewah kini bergetar hebat. Bergerak menuruti kodrat Sang Hyang Tunggal. Melawan rotasi bumi hingga terjadi sebuah gesekan hebat. Tanah terbelah. Semua bangunan indah garapan arsitektur kini tak dapat lagi dibilang indah. Bangunan kuat yang selalu dijanjikan tahan akan gempa oleh para kontruktor pun, runtuh seketika. Hancur. Sedikit bertahan, sebagian besar runtuh, menjadi bagian tanah.

Laut hening. Tak bergerumul mesra dengan hembusan angin. Ombak tak bernyanyi seperti biasanya. Hening. Hening. Hening. “Laut mengamuklah!” perintah Sang Hyang Tunggal. Sedetik kemudian, laut langsung surut. Terlihat seperti malu untuk memamerkan air kebanggaannya. Menyusut terus hingga sebuah ombak dengan tinggi yang sangat tak bisa dibayangkan manusia sekalipun menghadang dari balik sana. Tanpa ragu menyapu bersih semua sisa amukan tanah dengan sekali amukan. Gelombang Tsunami terus merajai selagi tanah pun masih bergetar dengan hebat.



Manusia masih bertahan. Mereka berlari, mencari sebuah pesawat darurat yang tersisa, kemudian mengudara. Anak-anak kecil menangis. Mereka meratapi rumah dan sekolah mereka yang kini hancur dan tersapu ombak. Sementara para manusia dewasa hanya menundukkan kepala dan menyesali segala kesalahan yang mereka lakukan pada semua hal. Baik bumi ini, maupun keluarga yang telah meninggalkan mereka.




“Hey manusia! Puaskah kau merusak bumiku yang cantik?”
“Kuwariskan begitu banyak emas, intan dan berlian sebanyak yang kalian inginkan! Kalian masih merusak bumiku?”
“Ku tumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk membantu kalian! Mempermudahkan kehidupan kalian! Kenapa kalian babat hutan rimbunku dengan mudahnya?”
“Lautku dulu sejernih batu safir, lalu tanpa belas kasihan kalian keruk semua! Kalian keruk dalam-dalam dan menyedot seluruh minyak penyangga bumi didalamnya tanpa batas!”
“Langit dulu begitu biru! Cemerlang, terang tanpa awan hitam hasil kepulan pabrik kalian!”
“Kuambil kembali bumiku!”
“Kalian manusia tak tau rasa terima kasih!”





BOOM!

Gunung berapi memuntahkan isi perutnya. Menyebarkan awan panas dan hujan debu. Angin tak sudi kalah! Berhembus dan berkumpul menjadi satu ikatan. Berputar semakin cepat dan semakin hebat. Menyeret pesawat-pesawat darurat ke dalam pusarannya, mengikut paksa putarannya yang begitu cepat.

Batu meteor dari luar angkasa pun dijatuhkan. Layaknya hujan badai yang tetesan airnya diganti dengan batuan meteor.

GLEGAR!

Perubahan suhu yang amat drastis menyebabkan atom-atom dalam bumi saling bergesek. Petir dengan triliunan tera volt menyambar bumi bertubi-tubi. Seakan dia mengikuti "pesta" yang sedang dilakukan oleh meteor.

Bumi kini hampir rata, hampir tak berbekas. Bumi kini kembali seperti jaman dahulu. Jaman dimana semua belum dibangun. Masa revolusi besar-besaran, hingga makhluk-makhluk seperti dinosaurus pun bisa mati. Sang Hyang Tunggal menghela nafas lega sambil melihat manusia-manusia yang tersisa.

"Pelajaran untuk kalian, wahai mahluk perusak!” gelegar-Nya. ”Kuberikan kesempatan untuk kembali sekali lagi!” amarah-Nya terlihat mereda. ”Kukirimkan titisan-Ku untuk mengawasi serta membantu kalian! Gunakan enam elemen utama bumi untuk membangun kembali! Kesempatan ini hanya sekali!”

Gadis cantik diturunkan ke Bumi. Rupawan layaknya bidadari. Diturunkan disebuah tanah agung, Indonesia. Gadis itu menghentikan amukan bumi dengan enam utama elemen bumi. Api, air, angin, tanah, logam dan petir. Kini bumi kembali tenang. Manusia menunduk dan bersujud. Bersyukur dengan pengampunan Sang Hyang Tunggal.




Di saat itu, abad 24, setelah pertobatan umat manusia karena amukan Sang Hyang Tunggal, menggunakan teknologi yang telah mereka pelajari dan kemampuan baru yang telah diberikan Sang Hyang Tunggal, mereka membangun ulang Indonesia tanpa banyak menyentuh kekayaan bumi yang baru. Berbekal keberanian dan rasa percaya kepada pemuda-pemudi, sebuah sekolah pun didirikan.

Para tunas bangsa yang mampu mengendalikan elemen pun dikumpulkan. Mereka dibagi berdasarkan elemennya dan menempati wilayah yang sesuai dengan elemennya. Tenaga para pengajar pun dikerahkan. Sepuh Jong pun ditempatkan desetiap wilayahnya.

Sekolah yang bertujuan agar bumi selalu kuat kini diberi nama,

Pusaka Nusantara.
© 2012 - 2024 Pusaka-Nusantara
Comments1
Join the community to add your comment. Already a deviant? Log In